Archive for ‘Oktober 2009’

Sisipan : 5 Pertanyaan Pokok bagi salesman B2B untuk menciptakan komunikasi yang baik dengan klien


Sedikit sharing mengenai pertanyaan kunci untuk membuat suatu kegiatan prospektif menjadi satu kesatuan yang solid dengan menciptakan nilai proposisi (untuk produk, servis, pemecahan masalah, dll. ) melalui komunikasi yang pas dan sesuai dengan yang ingin didengarkan oleh klien.

Ingat ini, komunikasi efektif kepada pelanggan harus terjadi lewat pengantaran pesan yang konsisten dan benar caranya menurut pelanggan, benar waktunya, benar salurannya, sehingga komunikasi menjadi lebih mudah, efisien serta efektif.

Kita harus dapat menjawab pertanyaan dasar di bawah ini sebelum bertemu dengan klien :

1.Who ? : siapa klien/audience yang dituju
2.What? : Apakah hal relevan yang ingin anda sampaikan ke klien tersebut
3.Why ? : Mengapa mereka harus mendengarkan anda
4.When ? : Kapan waktu yang tepat untuk melakukan komunikasi
5.Where ? : Dimana tempat yang tepat untuk melakukan pembicaraan

Contoh aplikasi pertanyaan tersebut :
Who : Saya ingin menemui Bp. Yoseph,manager product development perusahaan XYX.
What : Saya ingin menyampaikan sebuah berita menggembirakan mengenai cara meningkatkan provitabilitas dengan tehnologi terbaru kami.
Why : Karena perusahaan XYX sedang dalam pengembangan produk yang berpotensi besar untuk menggunakan tehnologi baru dari kami, dan Bp. Yoseph adalah pintu gerbang utama tujuan ini.
When : Hmm...sepertinya waktu yang tepat adalah pukul 9 - 10 pagi. Ini waktu yang pas karena kondisi psikologis & semangat Bp. Yoseph sedang bagus - bagusnya, sehingga lebih mudah menerima masukan - masukan. Kalau sudah siang/sore, pikirannya sudah dipenuhi banyak hal.
Where : paling tepat di ruang meeting yang tertutup. Atau mungkin bisa dicoba mengundangnya untuk berdiskusi di suatu tempat yang kita inginkan.

Perlu juga dipastikan apakah kita mempunyai jawaban yang tepat untuk kelima pertanyaan di atas. Jadi bukan hanya sekedar menebak dan menerka. Ada kalanya kita perlu mencari informasi dan melakukan observasi & study untuk memastikan jawaban yang tepat.



Bullet #2 : Relationship



Bunglonisasi seorang Salesman.
Sales harus bisa menjadi bunglon. Dia harus bisa menjelma menjadi pribadi yang bijak (wise), gaul (friendly), dan Snobbish (garang), tergantung keadaan dan siapa yang dihadapi. Sebagian besar orang dan pelanggan cenderung terbuka pada orang yang mirip/serupa dengannya, baik itu sikap, pengetahuan, posisi sampai gerak tubuhnya. Serupa bukan dalam artian membeo apa yang dikatakan/apa yang dilakukan,tapi cenderung sama dalam artian mengimbangi. Jika orang/pelangan berbicara dengan orang yang bisa mengimbangi mereka, maka mereka merasa seperti berbicara dengan cermin atau berbicara dengan dirinya sendiri, sehingga cenderung terbuka dan pembicaraan bisa nyambung. Alhasil hubungan bisnispun bisa lebih lancar dan si salesmanpun akan terus dirindukan kedatangannya.

Ada 3 jenis individu yang bisa dijumpai didalam prospecting B2B :

1. Wise --> Biasanya ini adalah orang yang memiliki banyak pengetahuan teknis dibidangnya. Berbicara dengan orang ini, kita juga harus memiliki pengetahuan yang memadai. Baik itu mengenai product knowledge, cara kerja product, hitung - hitungan, dan hal - hal lain yang bersifat teknis. Individu ini biasanya diisi oleh orang riset dan pegembangan product, serta dari departement marketing.

2. Friendly --> Ini adalah tipe individu penghubung. Penghubung antara penjual dan yang membutuhkan produk (user). Pengetahuan teknis kadang dibutuhkan, tapi tidak terlalu mutlak. Sering mengajak negosiasi tanpa dasar yang jelas, tidak mau mengerti , hanya meminta harga diturunkan dan diturunkan lagi supaya terlihat effort yang dilakukan. Untuk menghadapi individu ini, sales cenderung membunglon menjadi teman akrab, seperti teman sepermainan dari kecil. Yang penting bagi individu ini adalah jangan menyulitkan pekerjaannya. Bersenang - senang bersama kadang diperlukan juga. Individu seperti ini biasanya diisi oleh orang dari divisi Purchasing dan perencana produksi (PPIC).

3. Snobbis --> Jangan main - main dengan individu ini. Semuanya harus terkesan profesional dan hubungan yang terkesan memberikan benefit lebih. Menghadapi klien ini, kita harus menjelma seolah - olah kita yang memiliki bisnis. Si Snobbis tidak mau berhubungan dengan orang yang tidak bisa memberikan keputusan langsung. Teknis Negosiasi unggul harus dikuasai untuk menghadapi klien ini, begitu juga dengan pengetahuan teknis produk. Tipe Individu seperti ini adalah Owner perusahaan.

Jika kita bisa menjelma menjadi 3 sifat individu ini, maka kelihatannya kesuksesan sales akan tercapai. Namun tidaklah mudah untuk bisa menjelma menjadi ketiga - tiganya. Seperti saya sendiri kadang masih lemah pada individu Wise dan sering kesusahan menghadapi individu snobbish. Well, keep on trying....



Bullet #1 : Brand



Brand adalah aset terbaik yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Brand merupakan gambaran dari citra perusahaan, image, keberhasilan, kehandalan, kualitas, kemapanan, kekuatan, sejarah, kapabilitas, dan semua hal yang "besar". Bahkan ada yang menggambarkan kekuatan brand McDonald's dengan mengandaikan jika seluruh restoran McDonald's runtuh diterjang meteor, maka dalam waktu hitungan hari, McDonald's bisa dibangun lagi tanpa kehilangan pelanggan sedikitpun. Atau jika seluruh pabrik Coca Cola terbakar habis, mereka tinggal membeli produk pesaing dan melabelinya dengan Coca Cola dan pasti akan terjual laris juga.

Sebagian besar para marketer dan sales berpendapat bahwa Branding adalah sesuatu yang intens dilakukan hanya untuk bisnis 2 consumer (B2C). Hal ini didukung juga dengan begitu banyaknya iklan komersial yang sangat jelas memfokuskan branding ke konsumen langsung. Ini wajar karena setiap orang merupakan konsumen, dan cakupannya sangatlah luas.

Berbeda dengan B2B, yang dimana melibatkan perusahaan dan klien yang jumlahnya jauh dibawah konsumen langsung, kegiatan brandingnya cukup sekedarnya saja, tidak seperti branding B2C yang terlihat marak, hidup dan penuh kreatifitas.

Alasan Banyak perusahaan tidak melakukan Branding pada B2B :

* Pembeli di dalam B2B adalah pembuat keputusan rasional, yang tidak digoyangkan oleh faktor mengharukan seperti iklan yang ada di TVC.
* Pembeli B2B sama sekali tentang hubungan antar personal, yaitu antara representative dengan purcasing/R & D/ wakil klien
* Produk B2B tidak berjanji membuat anda "mengagumkan" atau "seksi" atau yang mana pun yang bersifat aspirational. Semuanya adalah masalah harga & kualitas.
* Produk B2B terlalu kompleks untuk dibuat dalam satu tagline atau iklan 30 detik.
* Perusahaan penjual B2B cenderung menjual untuk memperkecil jumlah pelanggan tapi pelangan besar/berkualitas, Beda dengan B2C yang harus beriklan/branding untuk mendapatkan massa sebanyak - banyaknya.

Meskipun ada argumen ini, kepercayaan saya adalah bahwa Branding ke B2B penting untuk dilakukan, dan untuk satu sebab utama :
Pembeli B2B masih merupakan manusia, mahluk yang memiliki emosi, mahluk pemilih. Mereka tetap membeli berdasarkan emosi dan pikiran bahwa produk dab brand tertentu adalah lebih baik, lebih unggul, lebih aman, lebih hebat, dan lebih menjanjikan dibanding dengan brand yang lain. Dan ini bisa disampaikan dengan kegiatan branding yang pas & tepat, tentu saja dengan ide dan kreatifitas yang tidak kalah dengan branding pada B2C.

Berbagai branding B2B sebenarnya sudah disadari untuk dilakukan, seperti : sponsorship di acara - acara yang bersangkutan dengan bisnis sejenis, mengirimkan news letter, sampai pada memberikan alat - alat kantor/gift berlogo untuk "menebalkan" ingatan klien atas brand tersebut.

Inti kata, jika branding pada B2B yang dilakukan dengan baik dan tepat, maka akan meningkatkan brand awarness dan secara simultan akan meningkatkan penjualan serta profitabilitas perusahaan.



B2B Sales Bullets


Kegiatan sales hampir sama dengan berburu, dengan pengecualian yang diburu bukanlah korban/objek. Dan disetiap kegiatan berburu, pasti memerlukan senjata api/pistol yang berisi peluru - peluru yang diyakini dapat mengenai dan menumbangkan target dengan sukses.

Peluru - peluru tersebut memiliki peranan, intensitas dan daya hancur yang berbeda - beda. Ada sales yang memakai keseluruhan peluru tersebut, ada juga yang menyisakan 2 - 3 peluru di dalam pistolnya. Dengan mengumpamakan Pistol adalah Perusahaan, maka keenam peluru - peluru tangguh tersebut adalah sebagai berikut :
- Peluru I : Brand
- Peluru II : Relationship
- Peluru III : Product
- Peluru IV : Service
- Peluru V : Price
- Peluru VI : Flexibility & Speed

Berikut ini saya bahas satu persatu peluru - peluru tersebut...



Lanjutan : The Knife of Farah Quinn


Seperti yang di bicarakan sebelumnya, Farah Quinn, sebagai seorang Chef, mengatakan bahwa Starting Pointnya adalah Pisau. Pisau yang tajam akan membuat dia memotong bahan masakan dengan mudah, mempersiapkan bahan masakan dengan rapi, sehingga membuat dia begitu bergairah untuk memasak dan moodnya menjadi begitu bagus. Tidak heran jika hasil masakannya enak. Sebaliknya, jika pisau yang digunakan tidak tajam, maka dia akan mengerahkan tenaga, pikiran serta kengototannya untuk memotong dan mempersiapkan bahan masakan. Sehingga semua itu akan membuat moodnya begitu jelek. Alhasil dia akan memasak dengan perasaan tertekan dan hasil masakannya pasti tidak enak.

Good starting point is a must in Sales & Marketing ?

Di dalam melakukan pekerjaan sales & marketing, maka dibutuhkan juga starting point yang baik, dimana starting poin ini sangat berpengaruh kepada hasil akhir setiap tindakan. Starting point tersebut bisa berupa informasi pasar, informasi pesaing, produk knowledge, strategi perusahaan kebijakan perusahaan, alat - alat bantu penjualan, dan lain sebagainya. Dengan Starting point yang handal, up to date,unik, creative, dan memang dibutuhkan, maka keberhasilan suatu sales & marketing akan mudah tercapai.



What Should we have for a Good Starting Point ?


Each Work Has A Starting Point.
Even the simplest work such as walking, has a starting point.
Perfection is the result of an exellent starting point.

Siapa yang tidak kenal dengan nyonya yang satu ini. Farah Quinn, seorang ibu rumah tangga yang menjadi model cantik dan pinter masak lagi (ya iyalah, chef gitu loh). Pada suatu sesi interview dengan salah satu majalah pria, dia mengatakan bahwa enak atau nggak enaknya masakan dia, itu tergantung pada starting point. Starting point itu adalah pisau. (lanjut ke entri berikutnya...)



If you're a best salesman, you should be able to sell anything, even Chicken Sh*t can be promoted as good as a nice perfume ...


Holy smoke....

Ini adalah pernyataan seorang "mantan salesman" yang pindah ke divisi "marketing" perfumery dengan alasan yang mungkin hanya dia yang tahu. Masalahnya dimulai dari sebuah kekalahan bisnis di salah satu klien yang dimana marketer ini merasa telah berbuat banyak dalam menyiapkan bahan survey dan ide - ide untuk dipresentasikan ke klien tersebut, tapi dapat menerima kekalahan.

Yah...memang saat itu seluruh audience yang hadir (dari pimpinan,R & D dept., dan marketing dept.) menunjukkan antusiasmenya. Bahkan saya yang menyertai beliau presentasi sebenarnya ikut hanyut dalam antusiasme tersebut. Sure...bisnispun kelihatannya sudah ditangan,nih. Berselang beberapa hari, si klien makin intens menyatakan ketertarikannya pada salah satu perfume, dan berniat menggunakannya jika tidak bermasalah dalam teknis aplikasi dan stab test.

Namun apa daya ternyata keputusannya begitu mengecewakan. Dimenit - menit terakhir, si klien menyatakan tidak jadi membeli perfume tersebut dan memakai perfume eksisting yang sudah ada (extend). Nah, jadilah si marketer ini shock dan mengeluarkan taring serta tanduknya. Disalahkanlah si salesman klien tersebut yang notabenenya adalah saya.

"Saya tidak punya alasan yang bagus untuk saya pertanggungjawabkan ke atasan saya atas kegagalan ini selain mengatakan bahwa salesmanlah yang jelek effortnya dan tidak bisa mendapatkan relationship yang baik dengan pimpinan klien. Dari Marketing sudah mati - matian berpresentasi dengan baik dan memberikan ide - ide yang bagus untuk klien, masak sales yang tinggal approach saja tidak berhasil!"

Merasa tertantang, saya pun berdebat dengan beliau.

Saya tanya sejauh apa dia mengetahui effort saya?
Pperlukan saya rekam segala tindak tanduk dan aktifitas sales saya supaya dia mengetahui effort saya?.

Untuk Relationship memang sudah terbina dengan hampir semua departement di klien tersebut sejak lama sebelumnya, jadi ini bukan penyebab utamanya. Saya gambarkan bahwa andai juga pimpinan klien tersebut adalah teman sepermainan saya, atau mungkin saudara saya, itu belum tentu menjamin dia membeli dari saya. Yang dijual adalah bisnis, bukan produk direct selling atau MLM yang bisa saja dibeli karena ada rasa sungkan & tidak enak hati. Bisnis itu penuh dengan perhitungan biaya, waktu, panel, potensi keberhasilan, sampai ke masalah - masalah teknis. Semuanya harus dipertimbangkan dengan matang. Memang ada satu dua bisnis yang berhasil didapatkan karena perasaan sungkan atau tidak enak hati karena sesama teman, atau satu daerah, atau satu hobby, tapi bisnis itu biasanya tidak berlanjut lama.

Saya katakan kembali ke si marketer tersebut bahwa alasan klien begitu jelas dan dapat diterima. Klien ingin lebih cepat melaunch productnya dan tidak ingin menunggu leadtime yang lama. Selain itu ada keinginan klien untuk efisiensi dengan cara memakai perfume yang sudah ada dan diextend ke varian baru. Hal itu tidak bisa disalahkan. Saya meminta dia membayangkan jika dia adalah pemilik usaha, dia pun akan melakukan hal yang sama.

"Seandainya tahu klien akan extend perfume lama, kita tidak usah susah - susah memberikan servis & presentasi ke mereka" si marketer membantah kembali.

"Seandainya saya tahu apa yang akan terjadi nanti, saya bakalan kaya raya dan tidak usah susah - susah mencari prospect karena sudah tahu siapa yang mau beli siapa yang tidak" gantian saya yang membantah.

Tidak mau kalah dia mengatakan "Sebagai seorang sales, seharusnya bisa menjual segala sesuatu dengan baik. Bahkan kalau disuruh jualan tahi ayam sebagai perfumepun, si salesman harus bisa"

Rasanya mau tertawa mendengar pernyataan ini...
"Non...jangan terlalu hiperbola. Di dunia ini semua sales memang memperjuangkan sesuatu bagi pencapaian karir dan pendapatannya. Tapi ingat, se extreme apapun produk kita, kita punya cara yang lebih elegan untuk membuatnya terjual dengan baik. Dan di dalam dunia yang hypercompetitive ini, menjual tahi ayam sebagai perfume adalah sebuah pekerjaan yang sia - sia. Terus terang, saya merasa banyak yang bisa dijual dengan baik tanpa harus berupaya keras menjual perfume rasa tahi ayam." debat saya dengan nada yang agak datar.

"Kamu kecewa saya juga, kamu gagal saya juga, kamu sukses saya juga, perasaan kita sama karena tujuan kita sama, bagaimana kamu bisa menganggap saya ini lawan pekerjaan kamu." Kembali saya tegaskan ke dia.

"Saya rasa atasan kamu akan lebih bijaksana menerima alasan kegagalan ini, karena dia lebih pengalaman dari kamu dalam hal menerima kekalahan sebaik mendapatkan kesuksesan." tambah saya.

Sayapun ngeloyor pergi meninggalkan wajah ketusnya. Dalam hati sebenarnya saya ingin mengatakan bahwa kita baru saja memenangkan bisnis yang 5x lebih besar di klien lain, namun sepertinya dia tidak perlu mendengarnya sekarang, sebelum dia menyadari dan menerima kenyataan bahwa setiap effort itu cuma punya 2 hasil : menang atau kalah. Apapun hasilnya harus menjadi cermin bagi keputusan di masa mendatang.