If you're a best salesman, you should be able to sell anything, even Chicken Sh*t can be promoted as good as a nice perfume ...


Holy smoke....

Ini adalah pernyataan seorang "mantan salesman" yang pindah ke divisi "marketing" perfumery dengan alasan yang mungkin hanya dia yang tahu. Masalahnya dimulai dari sebuah kekalahan bisnis di salah satu klien yang dimana marketer ini merasa telah berbuat banyak dalam menyiapkan bahan survey dan ide - ide untuk dipresentasikan ke klien tersebut, tapi dapat menerima kekalahan.

Yah...memang saat itu seluruh audience yang hadir (dari pimpinan,R & D dept., dan marketing dept.) menunjukkan antusiasmenya. Bahkan saya yang menyertai beliau presentasi sebenarnya ikut hanyut dalam antusiasme tersebut. Sure...bisnispun kelihatannya sudah ditangan,nih. Berselang beberapa hari, si klien makin intens menyatakan ketertarikannya pada salah satu perfume, dan berniat menggunakannya jika tidak bermasalah dalam teknis aplikasi dan stab test.

Namun apa daya ternyata keputusannya begitu mengecewakan. Dimenit - menit terakhir, si klien menyatakan tidak jadi membeli perfume tersebut dan memakai perfume eksisting yang sudah ada (extend). Nah, jadilah si marketer ini shock dan mengeluarkan taring serta tanduknya. Disalahkanlah si salesman klien tersebut yang notabenenya adalah saya.

"Saya tidak punya alasan yang bagus untuk saya pertanggungjawabkan ke atasan saya atas kegagalan ini selain mengatakan bahwa salesmanlah yang jelek effortnya dan tidak bisa mendapatkan relationship yang baik dengan pimpinan klien. Dari Marketing sudah mati - matian berpresentasi dengan baik dan memberikan ide - ide yang bagus untuk klien, masak sales yang tinggal approach saja tidak berhasil!"

Merasa tertantang, saya pun berdebat dengan beliau.

Saya tanya sejauh apa dia mengetahui effort saya?
Pperlukan saya rekam segala tindak tanduk dan aktifitas sales saya supaya dia mengetahui effort saya?.

Untuk Relationship memang sudah terbina dengan hampir semua departement di klien tersebut sejak lama sebelumnya, jadi ini bukan penyebab utamanya. Saya gambarkan bahwa andai juga pimpinan klien tersebut adalah teman sepermainan saya, atau mungkin saudara saya, itu belum tentu menjamin dia membeli dari saya. Yang dijual adalah bisnis, bukan produk direct selling atau MLM yang bisa saja dibeli karena ada rasa sungkan & tidak enak hati. Bisnis itu penuh dengan perhitungan biaya, waktu, panel, potensi keberhasilan, sampai ke masalah - masalah teknis. Semuanya harus dipertimbangkan dengan matang. Memang ada satu dua bisnis yang berhasil didapatkan karena perasaan sungkan atau tidak enak hati karena sesama teman, atau satu daerah, atau satu hobby, tapi bisnis itu biasanya tidak berlanjut lama.

Saya katakan kembali ke si marketer tersebut bahwa alasan klien begitu jelas dan dapat diterima. Klien ingin lebih cepat melaunch productnya dan tidak ingin menunggu leadtime yang lama. Selain itu ada keinginan klien untuk efisiensi dengan cara memakai perfume yang sudah ada dan diextend ke varian baru. Hal itu tidak bisa disalahkan. Saya meminta dia membayangkan jika dia adalah pemilik usaha, dia pun akan melakukan hal yang sama.

"Seandainya tahu klien akan extend perfume lama, kita tidak usah susah - susah memberikan servis & presentasi ke mereka" si marketer membantah kembali.

"Seandainya saya tahu apa yang akan terjadi nanti, saya bakalan kaya raya dan tidak usah susah - susah mencari prospect karena sudah tahu siapa yang mau beli siapa yang tidak" gantian saya yang membantah.

Tidak mau kalah dia mengatakan "Sebagai seorang sales, seharusnya bisa menjual segala sesuatu dengan baik. Bahkan kalau disuruh jualan tahi ayam sebagai perfumepun, si salesman harus bisa"

Rasanya mau tertawa mendengar pernyataan ini...
"Non...jangan terlalu hiperbola. Di dunia ini semua sales memang memperjuangkan sesuatu bagi pencapaian karir dan pendapatannya. Tapi ingat, se extreme apapun produk kita, kita punya cara yang lebih elegan untuk membuatnya terjual dengan baik. Dan di dalam dunia yang hypercompetitive ini, menjual tahi ayam sebagai perfume adalah sebuah pekerjaan yang sia - sia. Terus terang, saya merasa banyak yang bisa dijual dengan baik tanpa harus berupaya keras menjual perfume rasa tahi ayam." debat saya dengan nada yang agak datar.

"Kamu kecewa saya juga, kamu gagal saya juga, kamu sukses saya juga, perasaan kita sama karena tujuan kita sama, bagaimana kamu bisa menganggap saya ini lawan pekerjaan kamu." Kembali saya tegaskan ke dia.

"Saya rasa atasan kamu akan lebih bijaksana menerima alasan kegagalan ini, karena dia lebih pengalaman dari kamu dalam hal menerima kekalahan sebaik mendapatkan kesuksesan." tambah saya.

Sayapun ngeloyor pergi meninggalkan wajah ketusnya. Dalam hati sebenarnya saya ingin mengatakan bahwa kita baru saja memenangkan bisnis yang 5x lebih besar di klien lain, namun sepertinya dia tidak perlu mendengarnya sekarang, sebelum dia menyadari dan menerima kenyataan bahwa setiap effort itu cuma punya 2 hasil : menang atau kalah. Apapun hasilnya harus menjadi cermin bagi keputusan di masa mendatang.



No Comments

Leave a Reply